pengacara perceraian Kantor Hukum LATIF, ABIDZAR & REKAN Spesialis Hukum Keluarga dan Pernikahan Sejak Tahun 1980

Perjanjian Perkawinan / Perjanjian Pra Nikah

Pada dasarnya tujuan Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa. Demikian bunyi ketentuan Pasal 1 Undang-Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, namun belakangan dalam perkawinan sering terjadi perselisihan dan kesalahpahaman antara pasangan suami-istri sehingga solusi terakhir yang dipilih adalah perpisahan/perceraian.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan seyogyanya pasangan suami-istri memiliki amunisi masing-masing sehingga kedepannya apa yang menjadi pokok permasalahan dapat diminimalisir, dan hal-hal yang tidak diharapkan yaitu perceraian tidak terjadi, dalam hal ini PERJANJIAN PERKAWINAN adalah solusi yang tepat. Perjanjian perkawinan saat ini memang belum terlalu populer dikalangan masyarakat dan sebagian besar masyarakat masih menganggap tidak etis dan pamali, sebab perjanjian perkawinan dianggap tindakan matrialis. Akan tetapi dengan semakin bertambahnya angka perceraian, keinginan orang untuk membuat perjanjian perkawinan semakin banyak, karena biasanya pasangan suami isteri yang bercerai akan meributkan pembagian harta perkawinan. Dengan membuat perjanjian perkawinan, suami isteri mempunyai kesempatan untuk saling terbuka. Mereka dapat berbagi rasa atas keinginan–keinginan yang hendak disepakati tanpa harus merugikan masing-masing pihak. dengan adanya perjanjian perkawinan, hubungan suami isteri akan terasa aman dan jika nantinya terjadi hal-hal yang tidak diharapkan bahkan berujung pada perceraian, maka ada sesuatu yang dapat dijadikan pegangan dan dasar hukum.


Dasar Hukum Perjanjian Perkawinan / Perjanjian Pra Nikah

Menurut KUHPerdata dalam Pasal 119 disebutkan bahwa perkawinan pada hakikatnya menyebabkan percampuran dan persatuan harta pasangan menikah, kecuali apabila pasangan menikah tersebut membuat sebuah Perjanjian Perkawinan yang mengatur mengenai pemisahan harta.

Selanjutnya ditegaskan kembali dalam Pasal 35 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) bahwa dengan pembuatan Perjanjian Perkawinan calon suami istri dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai ketentuan harta bersama asalkan ketentuan tersebut tidak bertentangan dengan tata susila atau tata tertib umum. Lebih spesifik, definisi atas Perjanjian Perkawinan disebutkan pada Pasal 29 undang-undang Perkawinan  jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 (“Putusan MK 69/2015”) yang menyebutkan:

“Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69 tahun 2015 tersebut telah memperluas makna perjanjian perkawinan sehingga perjanjian perkawinan tak lagi dimaknai hanya sebagai perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement), tetapi juga bisa dibuat selama ikatan perkawinan (postnuptial agreement). Detil mengenai perjanjian perkawinan, silakan klik artikel perjanjian perkawinan / perjanjian pra nikah ini


Mengapa harus membuat Perjanjian Perkawinan?

Perjanjian Perkawinan hakekatnya dibuat bukan semata-mata pasangan suami istri tidak saling percaya, namun lebih dari itu Perjanjian Perkawinan untuk menjaga kepentingan dan menghargai masing-masing pihak, selain itu Perjanjian Perkawinan juga bisa untuk memastikan kalau pasangan anda menikahi bukan karna ada tujuan lain, selain tujuan untuk hidup bersama, bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.


Keuntungan membuat Perjanjian Perkawinan

  1. Melindungi harta kekayaan masing-masing antara para calon suami istri maupun suami istri yang sudah menikah, hal ini juga bisa untuk memastikan pasangan menikah bukan karena harta kekayaan yang dimiliki.
  2. Melindungi kepentingan pasangan suami istri khususnya istri yang menikah secara islam jika nantinya suami berpoligami perjanjian pra nikah/ perjanjian kawin menjamin kehidupan dan harta bersama masing-masing terpisah, dengan perjanjian pra nikah / perjanjian kawin dapat memastikan harta bersama istri tidak tercampur dengan perkawinan yang selanjutnya,dan selanjutnya Masing-masing isteri akan tenang dan hidup terjamin. Jauh dari pertikaian dan perselisihan antar ahli waris.
  3. Membebaskan Anda dari kewajiban ikut membayar utang pasangan Anda. Harta bersama tidak hanya mencakup pengertian harta bergerak dan tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada. Berdasarkan ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan jo. Pasal 121 KUHPerdata, harta bersama juga meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami isteri, baik sebelum perkawinan, setelah bahkan selama perkawinan, bila pasangan memiliki beban hutang. Kemudian apabila menikahi pasangan dengan beban utang yang dan tidak mau bertanggung jawab atas hutangnya, maka perjanjian ini dapat membantu memastikan bahwa hal ini tidak terjadi. Dengan adanya perjanjian ini maka berlakulah prinsip “uang kamu, uang saya juga. Utang kamu, bukan utang saya”.
  4. Menjamin kepentingan usaha. Apabila memiliki usaha bisnis yang dijalankan (baik badan usaha maupun badan hukum), pasangan berhak menikmati keuntungan bahkan dari usaha bisnis yang dapat dianggap sebagai harta bersama perkawinan yang bila terjadi perceraian kekayaan atas usaha bisninya harus dibagi. Termasuk soal keuntungan harta atau bertambahnya harta kekayaan berdua yang timbul dari hasil harta kekayaannya masng-masing. Dengan perjanjian ini akan fleksibel mengatur bila terjadi perceraian atau pernikahan berakhir, pasangan bisa melanjutkan berbisnis atau bermitra dan sebaliknya sesuai kesepakatan yang dibuat.
  5. Menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga. Dalam pasal 35 ayat (2) UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 menyatakan, harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pada perjanjian pranikah dapat memastikan tidak akan hadiah atau warisan berpindah dan menjamin harta perolehan dari warisan atau hadiah keluarga tetap dalam kekuasaan masing-masing pihak.
  6. Menjamin kondisi finansial setelah perkawinan putus atau berakhir. Sangat bermanfat bagi perempuan yang tidak bekerja, dan saat vonis pengadilan menolak tuntutan nafkah dan biaya pendidikan anak yang diajukan seorang ibu yang memegang hak pengasuhan anak dan lebih memilih menetapkan jumlah biaya hidup dan biaya pendidikan anak berdasarkan pertimbangan keputusan hakim, dalam perjanjian pranikah bisa membicarakan soal ini dengan baik. Misalnya, tinggal pengajuan perjanjian pranikah dan meminta ke hakim untuk memerintahkan suami demi menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian ini.
  7. Menjaga hubungan kemitraan dalam political marriage. Bagi kalangan petinggi pemerintahan maupun kalangan high profile investor, seringkali pernikahan dilakukan untuk memperoleh nama baik, membangun hubungan, maupun saling bertukar atribut imateril lainnya yang melekat pada calon besan. Pernikahan politik dilakukan untuk menjaga reputasi maupun memperluas relasi dengan prinsip saling memberikan manfaat antar calon besan. Namun seringkali hubungan kemitraan tersebut kandas dikarenakan munculnya sengketa akibat percampuran kekayaan. Dengan dibuatnya perjanjian perkawinan, para calon besan dapat memperoleh nilai-nilai imateril yang diharapkan atas pernikahan politik tersebut tanpa khawatir terhadap permasalahan yang dipicu oleh harta kekayaan. Perjanjian perkawinan akan melindungi semangat dan cita-cita kemitraan yang diselenggarakan.
  8. Menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat. Dengan dibuatnya Perjanjian Perkawinan maka dapat menghindari niat tidak tulus dari calon pasangan yang ternyata memiliki maksud untuk melunasi hutang-hutang debiturnya melalui kekayaan hasil pernikahan. Janji manis calon pasangan sebelum pernikahan belum tentu seutuhnya benar, dan dalam prakteknya seringkali permasalahan muncul setelah rumah tangga berlangsung. Perjanjian Perkawinan dapat melindungi Anda dari niatan tidak sehat seperti ini, dimana niatan tersebut tidak akan pernah diutarakan oleh calon pasangan Anda sebelumnya.

Kapan Perjanjian Perkawinan harus dibuat?

Dalam Pasal 29 UU Perkawinan disebutkan bahwa Perjanjian Perkawinan merupakan suatu perjanjian yang dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan dan lebih lanjut dijelaskan bahwa Perjanjian Perkawinan tersebut wajib untuk disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan. Berdasarkan ketentuan dalam pasal tersebut maka perjanjian perkawinan dibuat pada saat maupun sebelum perkawinan dilangsungkan.


Konsultasi Perjanjian Perkawinan (Perjanjian Pra Nikah) ? Hubungi Kami ! Konsultasi Gratis !

Pra Nikah